Sebuah Pencarian Pasca Kampus: An Upside-Down Road

“Waw, enak ya lulusan luar negeri! Pasti nyari kerjanya gampang deh!”

Pernyataan di atas terkesan sangat benar, bold dan lumrah di dengar di masyarakat kita. Mungkin senada dengan pertanyaan mengintimidasi seperti “Kapan lulus?” atau “Kapan nikah?” yang cukup membuat kita berdenyit. Tetapi biar begitu saya cukup maklum, presepsi lumrah ini mungkin akan lama hilang, kalau tidak saya katakan akan terus melekat pada pola pikir masyarakat Indonesia pada umumnya. Kesadaran kita untuk tidak terlalu baper juga menjadi kunci untuk mengatasi kekikukan ketika dihadapkan pada pertanyaan atau pernyataan seperti di atas.

Begitulah sedikit gambaran mendalam tentang pengalaman saya selama kurang lebih 6 bulan mencari pekerjaan setelah dinyatakan lulus dari salah satu universitas ternama di negeri kincir angin dan kembali ke tanah air pada Oktober 2017 silam. Perjalanan yang boleh dikatakan bak roller coaster; berliku, menanjak dan turun terjal tak menentu yang memacu adrenalin saya untuk tetap sadar dan “menikmati” semua momennya atau menyerah dan pingsan selama berada di atas ‘wahana”. Saya yakin, teramat yakin, bahwa akan ada pemberhentian dari pencarian ini. Tempat dimana saya berlabuh menurunkan jangkar untuk kemudian berkarya lebih jauh lagi. Saya meyakini bahwa pencarian pekerjaan boleh dikatakan mirip dengan mencari jodoh. Ia telah digaristakdirkan untuk kita, upaya kita hanyalah untuk sabar dan terus berusaha. Meski terkesan mudah, namun sabar dan berusaha merupakan hal paling sulit yang saya alami dalam 6 bulan pengembaraan saya mencari pekerjaan. Pantas saja memang banyak yang bertumbangan. Sulit! Sulit sekali mencari kerja akhir-akhir ini, alih-alih justru kadang kita menerima pekerjaan yang bukan sesuai minat kita karena untuk menyambung hidup. Salah? Saya tidak mengatakan begitu, saya sadar betul bahwa hidup itu sulit apalagi jika sudah banyak pertimbangan seperti keluarga, kesempatan atau lainnya. Terkadang “keluar jalur” adalah cara ksatria yang perlu dilakukan. Terkadang pula memaksakan diri untuk bertahan juga sebuah kebodohan yang perlu segera dihentikan. Tidak ada yang baku. Pentingnya memahami konteks adalah hal yang utama. Apapun keputusannya, setiap insan pasti punya pertimbangannya. Maka dari itu, tulisan ini sekali lagi bukan untuk menggurui. Saya hanya ingin kembali berbagi kisah pribadi. Mungkin bisa menjadi pembelajaran bersama bagi pembaca blog sederhana ini. Karena dengan bercerita saya merasa lebih hidup dan kelak tulisan-tulisan saya ini juga akan menjadi pengingat bagi saya ketika mungkin saya kembali dihadang oleh tantangan hidup lainnya.

Baiklah, langsung kita mulai saja cerita yang panjang ini. Lebih baik anda baca ketika waktu senggang dan siapkan popcorn atau minuman segar. Karena cerita ini benar-benar panjang hahaha. Kali ini saya ingin bercerita berdasarkan timeframe dari saya kembali ke tanah air pada Oktober 2017 lalu sampai saya menandatangani kontrak pekerjaan pada bulan Maret 2018 ini. Mungkin bagi yang sudah tahu, pada tulisan saya sebelumnya, saya mengambil program Master Degree di Erasmus University Rotterdam dengan major Maritime Economics and Logistics (MEL) dari tahun 2016 hingga 2017 melalui pembiayaan beasiswa LPDP. Tentu minat saya selanjutnya adalah berkarir di industri kemaritima. Saya juga pernah menyatakan bahwa ultimate goal saya adalah menjadi salah satu aktor strategis dalam penetapan kebijakan maritim di Indonesia. Oleh karena itu setibanya di tanah air, saya mencoba untuk mendaftar menjadi aparatur negara dalam seleksi CPNS di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Alasannya simpel, saat itu karena memang hampir seluruh kementerian sedang melakukan bukaan pekerjaan melalui seleksi CPNS tepa setelah saya lulus S2 dimana kesempatan berkarir di kementerian akan lebih mendekatkan saya dengan ultimate goal saya di atas. Terbayang kesempatan untuk mengambil Phd program dengan melanjutkan skema beasiswa lanjutan LPDP dalam 3-4 tahun ke depan. Namun, apa daya setelah melakukan berbagai macam tes selama kurang lebih 2 bulan, bahkan saya sempat menjadi yang terbaik pada 2 tahap seleksi, pada akhirnya saya hanya mampu menduduki rangking 2 pada nilai akumulasi akhir dengan terpaut 0.9 poin dari 100 poin maksimal dari peringkat 1. Loh memang berapa orang yang diambil untuk posisi yang saya lamar? Ya, hanya 1 orang saja yang diambil. Ini adalah pukulan pertama yang merupakan realitas terbalik dari pernyataan yang saya tuliskan pertama kali pada postingan ini. Apakah lulusan luar negeri menjadikan jaminan? Oh tentu tidak, kita semua bersaing secara sehat dan setiap orang baiknya tidak dikotak-kotakan berdasarkan status yang dia sandang.

Namun, entah karena merasa terlalu yakin diterima di kementerian atau cukup bodoh untuk tidak mempunyai back up plan, saya melewati beberapa kesempatan lamaran kerja di perusahaan-perusahaan ternama sejak periode Oktober-November. Bahkan saya melewati kemungkinan untuk mendaftar 2 BUMN besar yaitu Pertamina dan Telkom. Pada saat itu saya pikir hal ini tidak terlalu bermasalah karena core business 2 BUMN ini memang tidak sesuai dengan minat saya di logistic kemaritiman. Di sisi lain saya mendaftar Pertamina Tongkang, semacam subsidiary Pertamina untuk keperluan pengangkutan minyak bumi menggunakan kapal tanker dengan mekanisme pendaftaran yang berbeda dengan Pertamina Persero. Tetapi memang belum jodoh, panggilan yang saya tunggu-tunggu tak pernah datang. Selanjutnya panggilan tes kerja lainnya justru datang di penghujung bulan Desember, 2 perusahaan sekaligus yaitu Meratus Line dan PT. Puninar Logistik.  Meratus adalah perusahaan pelayaran yang cukup ternama di Indonesia dengan jumlah fleet yang besar dan meliputi hampir seluruh daerah di Indonesia sementara Puninar Logistik adalah perusahaan Trucking yang meski bukan spesialisasi di moda transportasi laut tetapi tetap merupakan bagian dari keseluruhan industry logistik. Di Meratus saya hanya mampu melewati 3 fase dari 4 fase seleksi yang ada, ketika 4 orang terbaik dipanggil wawancara untuk kemudian diambil 2 orang saja, saya tidak berada dalam list itu. Sementara di Puninar tidak begitu berbeda, saya hanya sampai satu tahap sebelum finalisasi dengan janji diberi kabar 2 minggu selanjutnya untuk kemudian kabar itu tak pernah datang lagi.

Mencari pekerjaan mulai berat sejak saat itu, karena memang Desember merupakan akhir tahun sehingga sepi lowongan. Adapun lowongan lainnya tidak berkaitan sama sekali dengan logistik kemaritiman yang saya ingingkan tetapi masih bersinggungan dengan jurusan S1 saya yaitu Teknik Industri. Hanya saja ketika itu saya berpikir untuk tetap berpendirian untuk mencari pekerjaan di sektor logistik saja. Logistik darat pun tidak masalah, yang penting memang pengalaman kerjanya dulu. Hingga sampai pada pertengahan Januari 2018 ada lagi panggilan dari salah satu perusahaan tambang ternama di Indonesia yaitu PT. Adaro. Posisi yang saya lamar saat itu adalah Logistic Planner yang bertugas untuk melakukan pegawasan pada penjadwalan proses bongkar muat kapal curah untuk mengangkut batu bara. Pikir saya, wah ini nih! Ini dia, cocok, dan menarik sekali. Saya melewati proses psikotest dan wawancara HRD di hari yang sama. Kesempatan yang tidak dimiliki oleh semua kandidat. Tetapi sekali lagi, setelah 2 minggu janji, kabar itu tidak pernah datang lagi. Baru lebih dari 1 bulan lamanya saya dikabari bahwa saya tidak lolos tahapan selanjutnya. Sedih? Tentu, saya sudah terlalu berharap. Sementara proses lamaran lain tetap saya lakukan, tetapi pikiran-pikiran untuk bisa diterima di posisi Logistic Planner itu terus menghantui saya.

Kesedihan itu terus saya rasakan sampai timbul keraguan akan diri sendiri. Permasalahan mental yang saya takuti akhirnya datang menghantui. Saya kemudian sering mempertanyakan apa yang salah dengan semua seleksi yang saya jalani? Saya sudah merasa memberikan kemampuan maksimal saya di tiap tes. Bahkan lelahnya psikotest yang memakan waktu seharian penuh itu dengan Paulie test tetap saya ikuti dengan baik. Tapi sudahlah, saya pikir memang belum jodoh saja, walau kenyataannya kesedihan itu tetap mengendap.

Sejak saat itu untuk mengisi waktu luang saya sering ngobrol-ngobrol dengan teman-teman saya. Kadang mereka memberikan info kerja dan dua contoh paling nyatanya datang dari kerabat SMP saya yang saat itu juga sedang mencari pekerjaan dan juga rekan kuliah S2 saya di Belanda. Kawan SMP saya itu memberikan info untuk mencoba menaruh CV di salah satu perusahaan Head Hunter bernama Robert Walters. Perusahaan ini akan mencoba menghubungkan employer dengan job seeker sesuai dengan kriteria yang dimiliki. Pada dasarnya yang mereka lakukan bukan untuk entry level namun lebih sering di middle level management ke atas. Sehingga saya yang merupakan freshgraduate ini agaknya susah. Tapi biarpun begitu tetap saya coba. Singkat cerita saya mendapatkan tawaran bekerja di Oriflame untuk middle level position tetapi posisinya memang lebih membutuhkan kemampuan Teknik Industri saya dulu dan bukan bidang logistik sesuai yang saya harapkan. Pada akhirnya saya memutuskan untuk tidak mengambil kesempatan itu.

Sementara rekan kuliah S2 saya yang memang merupakan karyawan Pelindo 1 memberikan saya informasi lain yang cukup menggemberikan. Bahwa Direktur Utama Pelindo 1 tertarik untuk mengajak saya bekerja di Pelindo 1. Bak angin segar di awal bulan Februari saya merasa sangat senang sekali. Ini dia! Saya pikir begitu, cocok sekali bekerja di Pelindo 1. Apalagi yang tertarik adalah Pak Dirut langsung. Selidik punya selidik, kisah di balik ketertarikan Pak Dirut ini hadir ketika senior saya itu sedang makan malam di Singapura bersama Dirut Pelindo 1 dalam rangka kunjungan kerja. Saat makan malam itu, Pak Dirut bertanya tentang kondisi pekerjaan senior saya itu. Dikatakan bahwa saat ini dia sedang dibantu kawan saya lainnya yang sama-sama kuliah di MEL, kemudian Pak Dirut bertanya apakah ada lagi lulusan MEL yang belum bekerja? Ada, jawab senior saya, yaitu saya haha. Memang diantara 12 mahasiswa Indonesia di jurusan saya hanya saya saja pada saat itu yang belum mendapatkan pekerjaan saat itu. Tak pelak saat itu juga saya dihubungi via Whatsapp dan senior saya ini kemudian meminta CV saya langsung untuk diserahkan ke Pak Dirut. Kaget dan senang, tak perlu menunggu lama langsung saya kirimkan CV terbaru saya yang selalu saya gonta-ganti tiap minggunya saking tidak juga membuahkan hasil hahaha. Pucuk di cinta ulam pun tiba, Pak Dirut mengajak bertemu lusanya ketika dia ada kunjungan kerja di Jakarta. Saya diminta menemuinya di Pullman Hotel, Sudirman. Betapa senangnya saat itu, Pelindo adalah salah satu BUMN terbesar di Indonesia. Terlebih lagi, jurusannya nyambung dengan saya sesuai dengan karir yang saya inginkan. Lusanya saya bertemu di tempat yang dijanjikan, pertemuan itu hanya berlangsung 10 menit. Pak Dirut menanyakan minat saya, background pendidikan, kesiapan saya dll. Semua saya jawab saja dengan lancar sambil sesekali saya tidak bisa menahan senyum gembira. Setelah pertemuan itu sorenya saya dihubungi pihak HRD menanyakan dokumen-dokumen kelengkapan saya seperti biasa. Dikatakan prosesnya mungkin akan dikabari dalam beberapa minggu lagi.

Semenjak pertemuan hari itu dengan Pak Dirut, saya selalu antusias menunggu dari minggu ke minggu. Meski saya juga masih melamar pekerjaan di tempat lain, sebagai cadangan supaya apa yang terjadi pada kasus CPNS saya tidak terulang kembali. Tetapi hati ini rasanya sudah ingin sekali bekerja di Pelindo 1, meski lokasinya di Medan saya pikir tak apa. Saya siap! Bosan juga saya dengan Jakarta, saya mau cari suasana baru. Medan? Pasti seru, saya juga belum pernah ke Sumatera. Saya sudah membayangkan berbagai keseruannya saat itu. Meski tantangannya berat karena tantangan ini langsung dari Pak Dirut. Saya menantikan kapan tes selanjutnya, sampai kemudian saya diundang dalam beberapa seleksi wawancara di berbagai macam perusahaan seperti Zalora dan industry retail lainnya. Ya saat Januari saya digantungi Adaro dan kemudian di tolak, saya mulai menyebar banyak lamaran ke berbagai industry. Saya sudah sedikit tertekan dengan kondisi menganggur yang lama itu. Fakta bahwa saya satu-satunya lulusan MEL yang belum bekerja menjadi beban tersendiri. Meski saya mengikuti semua seleksi wawancara di berbagai tempat, saya selalu katakana dengan jujur bahwa saya sedang di proses di Pelindo 1. Saya tau hal ini terdengar bodoh, tapi saya juga tidak ingin berbohong. Apalagi jika kasusnya saya diterima di Zalora misal dan kemudian Pelindo 1 memanggil dan saya diterima juga. Justru ini merugikan dua belah pihak. Saya tidak setega itu keluar dari Zalora hanya setelah beberapa hari kerja. Pikiran yang masih sangat lugu… Sangat lugu…. Namun, kabar yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang dari Pelindo 1. Saya sudah khawatir sekali, setiap harinya saya mengecek email tidak ada kabar. Beberapa kali saya bertanya pada senior saya itu atau langsung email ke HRD namun tidak kunjung ada kepastian. Nampaknya bagian personalia kebingungan, karena saat itu memang Pelindo 1 tidak melakukan proses rekrutmen. Sehingga harus ditempatkan dimanakah saya dan dengan status apa? Kabar yang saya dengar saat itu adalah saya akan ditempatkan di anak perusahaan dengan harapan setelah sekian waktu akan bisa diangkat menjadi karyawan Pelindo 1 hal ini juga isu-isu saja dari harapan Pak Dirut sendiri. Namun tentu teknis berbeda saya paham itu.

Hari berganti minggu, dan nampaknya Zalora menyerah pada saya. Tidak ada kabar lagi dari Zalora. Saya mulai menyesali keputusan saya untuk jujur. Menganggur benar-benar mengganggu kita berpikir jernih. Penantian yang apabila tidak diimbangin dengan kegiatan bermanfaat pasti akan menimbulkan gangguan psikologis. Saat itu saya di rumah memang suka menjaga keponakan, bantu-bantu orang tua mengurus rumah, tapi lama kelamaan bosan sekali. Apalagi tabungan menipis dan tanpa pemasukan saya dilanda pikiran macam-macam. Dulu saya sering mengajar menjadi guru bimbel atau privat untuk bidang matematika dan fisika. Tetapi sekarang link saya sudah tidak ada dan agak kasihan kalau saya tidak sepenuh hati karena ketika mereka sudah merasa cocok dan saya tinggalkan kadang jadi beban moral saja rasanya. Pikiran untuk sampingan menjadi pengendara ojek online juga hinggap di benak saya, intinya bagaiman bisa dapat pemasukan. Namun, di ujung kegelisahan itu dan setelah 4 minggu penuh menunggu kabar dari Pelindo datang juga! Gembiranya saya saat itu, akhirnya saya akan tes juga akhirnya saya akan segera mempunyai karir di bidang yang saya minati. Pikir saya, sekali lagi… Di sisi lain, sehari sebelum tes Pelindo 1 lebih tepatnya, saya diundang untuk wawancara kerja oleh Cargill. Perusahaan agriculture ternama dari USA yang memang giat mencari junior site logistic di iklan-iklan lowongan pekerjaan online. Saya diundang wawancara langsung oleh regional manager logistic nya tanpa tes-tes lain. Seperti Zalora, Cargill menaruh ketertarikan yang cukup besar kepada saya. Saya juga sebenarnya sudah mencoba melamar di BUMN lain yaitu Angkasa Pura 1. Karena saat itu saya memang mencoba “semuanya” sepertinya idealism saya perlahan luntur. Hanya saja Cargill ini responnya cepat karena mereka memang butuh cepat. Setelah melakukan wawancara, saya mengetahui ternyata posisi itu juga sangat menjanjikan dan sesuai dengan minat saya. Karena junior logistic ini akan ditempatkan di salah satu warehouse Cargill untuk kemudian mengurusi semua keperluan logistic perusahaan yang kaitannya erat dengan export-import komoditas agriculture dan aquaculture yang semuanya menggunakan kapal curah Panamax. WAAAW! Logisitik maritim! Di tengah wawancara saya sangat antusias, namun bayangan tes Pelindo menghampiri saya lagi saat itu juga. Hingga bayangan wajah Pak Dirut pun muncul. Enggan kejadian Zalora terulang, tetapi tidak enak juga dengan Pelindo, saya pada akhirnya jujur lagi untuk kesekian kalinya bahwa saya sedang di proses di Pelindo 1. Meski sang manajer tidak menunjukan wajah kekagetannya, tapi saya yakin ini pasti berpengaruh. Sang manajer menjanjikan minggu depan jika cocok saya akan dipanggil, tetapi setan apa yang menghinggapi saya, kembali saya katakan bahwa saya akan coba berpikir ulang karena masih mempertimbangkan Pelindo 1.

Besoknya ketika saya mengikuti tes Pelindo 1, justru bayangan Cargill yang muncul terus-menerus. Sementara Pelindo 1 menyampaikan mereka akan memproses test saya ini paling lama 2 minggu. Sebuah kondisi yang sangat pelik pikir saya. Sebenernya saya yakin dengan psiikotest yang saya jalani di Pelindo 1. Saya sudah terbiasa mengikuti psikotest hahaha. Tetapi saya khawatir justru kalau Cargill kembali memanggil, apa yang saya harus lakukan? Akhirnya saya mengambil sikap, siapapun yang lebih dulu maka itulah yang saya ambil. Saya sudah siap dengan keputusan ini meski tetap galau menunggu pengumuman dari kedua perusahaan. Hingga ketika waktu 1 minggu yang dijanjikan lewat, saya tak kunjung mendapatkan panggilan lanjutan dari Cargill. Ada perasaan kecewa, tapi saya berpikir ini untuk lebih baik. Fokus saya tinggalah Pelindo 1. Pikir saya saat itu lagi… Tetapi sambil menunggu, Angkasa Pura 1 juga kembali memanggil. Tak apalah, saya ikuti saja lagi-lagi dengan niatan sebagai cadangan. Karena saya sudah begitu yakin dengan Pelindo 1 dengan kelinieran bidang kerjanya, berbeda dengan Angkasa Pura 1 yang bergerak dibidang penerbangan. Sampai juga akhirnya di tengat 2 minggu yang dijanjikan. Setelah berusaha menahan sabar untuk tidak terlalu memburu-burui HRD Pelindo 1, akhirnya saya mendapatkan email bahwa saya dinyatakan LULUS! Wah betapa senangnya saya. Senang sekali!!!! Lucunya saya mendapatkan email ini saat saya sedang menjalani Medical Check-Up untuk Angkasa Pura 1 hahaha. Tak menunggu waktu lama saya lempar kabar gembira ini ke grup whatsapp keluarga, saya juga langsung memberitahu kekasih saya saat itu bahwa saya akhirnya diterima kerja! Senang dan lega sekali saya saat itu… Pikir saya saati itu… hehehe

Namun, sekali lagi takdir tidak pernah ada yang tau bukan? Besoknya saya mencoba mengkonfirmasi status saya ini ke bagian HRD Pelindo 1. Di sisi lain saya mencoba mengunci posisi dan ingin mendapatkan penawaran kontrak secepatnya karena bagaimanapun saya juga sedang di proses di Angkasa Pura 1. Betul besoknya bagian HRD Pelindo 1 menguhubungi saya. Tapi hasilnya justru tidak sesuai yang saya bayangkan. Intinya, saya memang akan ditempatkan di anak perusahaan Pelindo 1 yang mengurusi pengembanngan kawasan Kuala Tanjung, suatu kawasan Industri yang diproyeksikan dapat menyaingi Singapore kelak. Karena adanya kerjasama antara Pelindo 1 dan Port of Rotterdam saat ini, saya sangat senang sekali dan saya tidak masalah soal penempatan di anak perusahaan tersebut. Tetapi kabar berikutnya yang sangat mengecewakan, saya tidak diproyeksikan untuk diangkat menjadi status pegawai induk perusahaan. Kemungkinan besar setelah 1 tahun kontrak saya hanya akan menjadi karyawan tetap di anak perusahaan tersebut. Kecewa, kecewa sekali saya mendengarnya. Berbeda dengan apa yang dijelaskan Pak Dirut pikir saya. Tapi apa yang bisa saya lakukan? Mendengar itu, saya berdiskusi panjang lebar dengan senior saya di Pelindo 1, rekan-rekan kuliah S2 saya lainnya, keluarga dan kekasih saya. Realtif mereka menyarankan berbagai macam, tapi saya sendiri beranggapan karir saya akan sulit kalau hanya sebagai karyawan anak perusahaan. Maka dari itu saya putuskan untuk mengirim email formal sebagai bentuk penolakan saya dengan skema yang ditawarkan, saya cc kan ke Pak Dirut. Masih ada harapan bahwa nantinya ada tanggapan dari mereka untuk kemudian merevisi tawaran yang diberikan kepada saya. Hanya saja, harapan itu hanya menjadi harapan semu. Balasan itu tak pernah datang…..

Disinilah titik terendah saya. Merasa dikecewakan tapi saya tak mampu berbuat apa-apa karena siapa kah saya? Saya belum memiliki kuasa apapun, koneksi kemanapun, dll. Saya hanya pasrah. Kembali saya mengingat beberapa kesempatan lain yang saya tolak demi Pelindo 1 ini. Cargill terutama. Namun, biar begitu sebenarnya ada beberapa tawaran lain juga yang saya ikuti dan saya tolak demi Pelindo 1 ini yang belum saya ceritakan. Salah satunya adalah tawaran dari PT. Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL). Saat itu, diantara penantian menunggu jawaban Pelindo 1 dan juga setelah Cargill tak kunjung memanggil. Saya ada invitasi dari General Manager HRD SPIL untuk bertemu dengannya di sebuah hotel di Sudirman. Dikatakan dia tertarik dengan saya, melihat profil pendidikan saya di Maritime Economics and Logistics di Rotterdam. Saya sebenarnya sudah menolak secara halus di email, saya tahu bahwa SPIL adalah salah satu top 5 dari perusahaan pelayaran kargo di Indonesia seperti halnya Meratus atau Samudera Indonesia. Namun, seperti saya bilang, saya sedang focus ke Pelindo 1 saat itu. Apalagi masih ikut seleksi Angkasa Pura 1. Dua BUMN ternama dibandingkan perusahaan lokal swasta, saya agak memandang sebelah mata. Meski saya menjalani seleksi di Angkasa Pura lebih karena adanya arahan orang tua, bukan panggilan hati, tapi saya meyakini sampai saat itu pasti BUMN lebih baik daripada swasta. Karirnya lebih terjamin, lebih aman dan lain sebagainya. Maka saya tolaklah secara halus di email, mengatakan kondisi saya sejujurnya tetapi juga menyampaikan jika Bapak GM mau bertemu saya dengan mengetahui kondisi saya ini maka saya akan hadir.

Email Sent!

Email pun terkirim. Saya ga ambil pusing. Sampai selang 10 menit kemudian, handphone saya bordering dari nomor yang tidak saya kenal. Saya angkat, dan benar saja dia adalah Bapak GM HRD SPIL itu. Saya kaget mengetahuinya ketika dia mengatakan siapa dirinya, merasa tidak siap dan tidak enak saya melanjutkan pembicaraan. Dia tetap dengan baik mengajak saya bertemu. Karena memang saya menjanjikan hal serupa, saya pun memenuhi permintaannya. Saat itu sebenernya Ibu saya sedang sakit, tapi ia mengijinkan saya pergi menemui undangan ini. Mengebutlah saya ke lokasi pertemuan menggunakan motor tunggangan saya menerobos macetnya ibukota di panas tengah hari bolong. Disana si Bapak sudah menunggu saya di lobby hotel, saya tersenyum dan dengan sedikit peluh menyalaminya. Singkat cerita, dia tetap berusaha mengajak saya untuk mengikuti seleksi di SPIL. Dikatakan bahwa saya akan ditempatkan di Surabaya saja, tidak usah ke luar Jawa. Dia paham ketertarikan saya di Pelindo 1, tetapi apa salahnya mencoba. Kalau tidak suka nanti bisa keluar kok. Jujur berat bagi saya menolak ajakannya saat itu, tapi bagaimanapun saya masih berpikir Pelindo 1. Beberapa kali dia mangatakan bahwa benefit yang akan saya dapat akan lebih besar di SPIL juga menceritakan bagaimana karir di BUMN itu sangat lama. Saya juga memahami itu, saya makin kebingungan samapai saya akhirnya sedikit mengada-ngada soal ijin orang tua untuk kerja di BUMN saja. Tetapi dia tetap keukeuh, sampai akhirnya dia memberikan saya waktu untuk berpikir. Take your time katanya, saya katakana saya akan mengabarinya dalam waktu 3 hari. Meskupun saya pulang saat itu masih dengan keyakinan saya tetap di Pelindo saja kalau diterima.

Nyatanya ketika saya diterima Pelindo 1, saya tidak langsung mengabari GM HRD SPIL tentang kondisi saya ini. Untungnya saya lupa! Hahaha ya saya lupa. Padahal saat itu sudah seminggu lebih sejak saya terakhir kali bertemu dengannya. Ketika pada akhirnya nasib saya tidak jelas di Pelindo 1, saya baru teringat dengan tawaran SPIL ini. Namun, malu untuk menghubungi lebih dulu dan masih mencoba menunggu kabar dari Angkasa Pura. Cuma, memang Tuhan punya cara lain untuk menggoda hambaNya. Tuhan Maha Bercanda. Ternyata saat saya menjalani wawancara Angkasa Pura yang kebetulan memang tidak begitu lama setelah saya menolak Pelindo 1, diketahui bahwa saya akan ditempatkan di bagian HRD. Disitu saya makin bingung, karena buat apa juga saya susah-susah sekolah S2 maritim di luar negeri, kalau ujungnya jadi HRD di bidang kerja yang bukan maritime. Saya hanya sanggup tersenyum dan menyangka semua usaha ini sia-sia sudah. Tapi ternyataa Tuhan bukan saja hanya Maha Bercanda, begitupun dia juga Maha Pengasih dan Penyayang. Ternyata semua drama yang saya lalui itu tidak lain tidak bukan hanyalah ujian bagi saya. Ketika saya buntu seperti itu, bingung mau menghubungi GM HRD SPIL bagaimana, merasa malu dan tidak enak karena dulu pernah menolaknya. Justru secara misterius, Bapak GM HRD ini duluan yang menghubungi saya. “Jadi bagaimana Pak Wegit? Apa ada kabar?”

Langit tidak runtuh saat itu, meski rasanya berat menjalani drama yang begitu melelahkan ini. Whatsapp text dari GM HRD SPIL ini melegakan hati saya. Hanya saja kemudian saya menanggapinya tidak dengan suka cita, saya melakukan apa yang namanya manajemen ekspektasi. Bagaimana tidak? Sudah banyak drama yang saya alami dalam mencari pekerjaan ini. Jangan sampai semua terulang lagi bahwa ketika saya sudah terlalu excited dan berharap tapi semua kandas. Saya berdoa sebelum membalas whatsapp textnya, kemudian saya nyatakan saya mau untuk diproses lanjutan di SPIL. Tak begitu lama, dia sampaikan bahwa lusa saya akan ada Skype call dengan Direktur Operasional SPIL di Kantor Cabang di Tanjung Priok. Saya ikuti semua prosesnya perlahan dan sabar. Saya juga menanti pengumuman final dari Angkasa Pura 1. Ketika hasilnya keluar, ternyata saya juga tidak berjodoh dengan Angkasa Pura 1. Maka semakin mantap saya untuk menerima tawaran di SPIL. Saat itu saya sudah tak melamar kerja di perusahaan manapun. Saya sudah merasa lelah sekali, hati saya sudah dibawa terbang dan dijatuhkan berkali-kali. Saya hanya berdoa semoga saya berjodoh di SPIL ini. Toh memang bidang industrinya cocok dengan saya kok. Cuma masalah statusnya saja berbeda, saya akui saya government oriented. Dari mulai PNS dan BUMN saya ikuti dengan antusias, giliran swasta begini saya agak pilah-pilih. Beberapa kolega bilang, “yah sudah jauh-jauh kuliah di Belanda masa di SPIL git?”. Tapi orang tua saya cukup bijak menasihati saya, bahwa saya cukup percaya dengan diri saya sendiri saja dan apa kata orang tidak usah dipedulikan. Ditambah kekasih saya juga mendukung penuh segala putusan saya, dia yang mengetahui segala proses pencarian kerja saya dari awal sampai sekarang dan tidak pernah dia menuntut macam-macam atas langkah yang saya ambil. Saya makin tenang. Dua komponen terpenting dalam hidup saya mendukung saya, dan itu jauh dari perasaan cukup dari apa yang bisa saya minta.

Terakhir, saya janji ini adalah paragraf terakhir hahaha. Tulisan ini sudah begitu panjang untuk di baca memang. Saya juga tak sempat mengoreksi ulang apa kontennya, saya tulis begitu saja jadi maaf jika memang tidak terlalu sistematis hahaha. Karena intinya saya hanya ingin mengabadikan pengalaman hidup saya saja. Semoga bisa jadi pengingat bagi diri saya sendiri dan mungkin bisa diambil sedikit pelajaran bagi yang membaca. Yang mungkin mengalami kegelisahan yang sama. Memang pilihan bekerja tidak hanya di jalur professional, bisa saja anda ditakdirkan menjadi pebisnis hebat atau seorang peneliti/dosen. Namun, kegelisahan pencarian jati diri ini pasti dialami semua orang apalagi pada usia yang dikatakan mendekati midlife-crissis seperti saya ini hahaha. Lalu, pada 29 Maret 2018 saya mendapatkan offering kontrak kerja dengan SPIL. Semua benefit yang saya minta dipenuhinya, saya juga ditempatkan di Tanjung Perak, Surabaya sehingga masih cukup dekat dengan keluarga karena masih di pulau Jawa hanya 2 jam menggunakan pesawat udara. Namun, yang paling utama dan membuat saya kaget adalah posisi yang ditawarkan pada saya, saya langsung di beri amanah sebagai supervisor atau middle level management. Lebih tepatnya posisi saya adalah Inland Service Outport Supervisor yang bertugas mengontrol proses keluar masuknya barang dari dan ke pelabuhan dengan fokus distribusi barang dari sisi laut untuk kemudian diteruskan kepada customer yang berada di sisi darat atau inland. Saya insyaAllah akan mulai berada di Surabaya paling lama per 6 April 2018 besok. Saya mohon doa dari teman-teman agar saya terus bisa berkarya dan berkontribusi untuk mewujudkan ultimate goal saya di masa depan. Dengan ini pun, saya mengakhiri sesi sharing pengalaman saya dalam mencari pekerjaan, derita dan usahanya.  Saya yakin tidak ada yang akan mengkhianati usaha. Jangan pernah menyerah, perasaah depresi itu wajar kok ada. Saya juga sudah beberapa kali mengalami mental breakdown karena hal ini. Tapi tetaplah berada pada lingkungan yang baik dan supportive agar kita tidak kehilangan arah. Semangat, Tuhan memang Maha Bercanda karena toh kita ini memang hambaNya jadi ya suka-suka Dia saja kan. Tapi ingat lah Dia juga Maha Mendengar, Maha Mengetahui yang ghaib, jadi selama ada iman percayalah Dia selalu mendengar doa-doa kita dan terlebih dia mengetahui apa yang baik dan buruk untuk kita sementara kita tidak. Wallahu A’lam Bishawab.

Sampai jumpa di tulisan berikutnya ya. Ciao!

Dari sudut kamar kecil yang sebentar lagi akan saya tinggalkan,

Wegit Triantoro